HADITS DITOLAK KARENA CELA PADA KEDLABITAN PERAWI
Hadits yang ditolak karena adanya cela pada kedlabitan (kekuatan hafalan) para perawi ada , yaitu hadits munkar, mu’allal, mudraj, maqlub, yang ditambahkan pada sanad yang bersambung, mudlthorib, mushohhaf dan muharrof, syadz, dan mukhtalath. Berikut ini adalah penjelasan masing-masingnya.
A. MUNKAR
1. definisinya
a. Menurut bahasa
Merupakan bentuk isim maf’ul dari إنْكَار (pemungkiran) yang merupakan lawan إقْرَار (pengakuan).
b. Menurut istilah
Ada dua buah pendapat :
1) Yaitu hadits yang rawinya hanya sendirian meriwayatkannya
2) Orang yang dla’if meriwayatkan hadits yang bertentangan dengan orang yang tsiqoh. Inilah istilah yang kemudian ditetapkan.
2. syarat-syaratnya
a. jika rawi itu hanya sendirian meriwayatkan hadits itu
b. bertentangan dengan orang-orang yang tsiqoh.
3. contohnya
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari jalur Usamah bin Zaid Al Madani dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf dari bapaknya secara marfu’ : “Orang yang berpuasa pada Bulan Ramadlan pada waktu bepergian itu sama dengan orang yang berbuka pada dia mukim”. Hadits ini adalah munkar. Karena Usamah bin Zaid meriwayatkannya secara marfu’. Maka dia bertentangan dengan seseorang yang tsiqoh, yaitu Ibnu Abi Dzu’aib yang meriwayatkannya secara mauquf kepada Abdurrahman bin Auf.
B. MU’ALLAL
1. definisinya
a. menurut bahasa
Yaitu bentuk isim maf’ul dari : أعَلَّ يُعِلُّ إعْلالاً فَهُوَ مُعَلٌّ . Dan kata illat maknanya adalah penyakit. Dikatakan : عَلّ يَعِلُّ dan اْعْتَلَّ maknanya adalah sakit. فَهُوَ مُعَلٌّ maknanya dia dinyatakan sakit.
b. menurut istilah
yaitu sebuah hadits yang di dalamnya ada suatu cacat yang mengurangi keshahihannya walaupun kelihatannya terbebas dari cela itu.
c. illat menurut istilah adalah :
suatu ungkapan untuk menunjukkan sebab-sebab yang samar yang pelik yang terjadi pada sebuah hadits yang mengurangi keshahihannya wlaupun ketihatannya trebebas darinya.
2. letak illat
illat itu dapat terjadi pada sanad dan pada matan hadits. Tetapi terjadinya di sanad adalah lebih banyak.
3. contohnya
Hadits Musa bin Uqbah dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar secara marfu’ : “Sesungguhnya Alah telah menghilangkan pakaian jahiliyah dari kalian”. Rawi hadits ini salah dalam memberikan nama Musa bin Uqbah. Tetapi sebenarnya adalah Musa bin Ubaidah. Ibnu Uqbah adalah tsiqoh dan Ibnu Ubaidah adalah dla’if.
4. bagaimanakah illat itu diketahui
Illat itu diketahui dengan cara mengumpulkan jalur-jalur periwayatan hadits dan melakukan penelitian terhadap perbedaan-perbedaan para rawi dan menyelidikan kedudukan hafalan mereka serta sejauh mana penguasaan mereka dan kedlabithan mereka.
5. kitab-kitab yang disusun tentang hal ini.
a. Al ‘ilal wa ma’rifatur rijal karya Imam Ahmad
b. Az Zuhar Al Muthawwal fil hadits al mu’allal karya Ibnu Hajar
c. ‘ilalul hadits karya Ibnu Abi Hatim
d. Al ‘ilal karya Ad Daruquthni.
C. MUDRAJ
1. Definisinya
a. Menurut Bahasa
Yaitu bentuk isim maf’ul dari أدْرَجَ الشَّيْء فِيْ الشَّيْءِ يُدْرِجُه إدْرَاجًا maknanya adalah memasukkan sesuatu kepada seuatau yang lain dan menggabungkannya dengannya.
b. Menurut Istilah
Ada dua macam :
1) Idraj matan
a) Definisinya
Yaitu matan yang ditambahkan yang bukan berasal darinya
b) Tempatnya
Kadang-kadang terjadi di awal haditskadang-kadang di pertengahan hadits dan kadang-kadang di akhir hadits.
c) contohnya
Hadits Abu hurairah : “Sempurnakanlah wudlu’. Celakalah tumit-tumit dari api neraka”. Perkataan : Sempurnakanlah wudlu’ adalah dari perkataan Abu Hurairah.
2) Idraj Sanad
a) Definisinya
Yaitu yang susunan sanadnya dirubah
b) Macam-macamnya
Ada tiga macam. Kami menyebutkan yang pertama saja dan memberikan contohnya, yaitu :
Jika seorang \rawi itu memiliki dua buah matan dengan dua buah sanad, kemudian dia meriwayatkan kedua matan itu denagn salah satu sanad itu.
Contohnya :
Hadits yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Abi Maryam dari Malik dari Zuhri dari Anas secara marfu’ : “Janganlah kalian saling marah, janganlah saling dengki, janganlah saling berlomba-lomba. Dan jadilah kalian –wahai para hamba Allah-sebagai saudara-saudara”. Maka Perkataan : “janganlah saling berlomba-lomba” adalah termasuk idraj yang dilakukan oleh Sa’id bin Maryam dari matan hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Malik dari Abu Zunad dari Al A’raj dari Abu Hurairah secara marfu’ : “Janganlah kalian berburuk sangka. Sesungguhnya buruk sangka itu adalah sejelek-jelek perkataan. Janganlah kalian mencari-cari (kelemahan orang lain), janganlah mematai-matai, janganlah berlomba-lomba, janganlah saling memarahi, jangan saling membelakangi. Dan jadilah kalian –wahai para hamba Allah-sebagai saudara-saudara”.
2. Bagaimanakah Idraj itu diketahui
Idraj itu diketahui dengan salah satu dari tiga hal :
a. dengan disebutkannya secara terpisah pada riwayat yang lain.
b. Dengan penegasan adanya idraj itu oleh rawi atau dari para imam peneliti.
c. Dengan merasakan kemustahilan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal seperti itu.
3. kitab-kitab yang disusun tentang hal ini.
a. Al Fashlu lilwashlil mudraj fin naqli karya Al Khothib Al Baghdadi.
b. Taqribul manhaj bi tartibil mudraj karya Ibnu Hajar
c. Al Mudraj ilal mudraj karya As Suyuthi
D. MAQLUB
1. Definisinya
a. Menurut Bahasa
Yaitu bentuk isim maf’ul dari kata : الْقَلْب maknanya membalikkan sesuatu dari asal sebenarnya
b. Menurut istilah
Yaitu hadits yang terjadi pemablikan dalam sanadnya atau matannya.
2. Contohnya
a. pada sanad
seperti kesalahan yang terjadi pada beberapa rawi dalam menyebutkan nama atau nisbatnya, seperti jika dia mengatakan Ka’ab bin Murrah sebagai ganti Murrah bin Ka’ab.
b. pada matan
Hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Abu Hurairah secara marfu’ : “Jika memerintahkan kalian untuk melakukan sesuatu, maka kerjakanlah dan jika aku melarang kalian dari sesuatu, maka jauhilah ia, sesuai dengan kemampuan kalian”.
3. Kitab-kitab yang disusun tentang hal ini.
a. Rafi’ul irtiyab fil maqlubi minal asmaa’i wal ansab karya Al Khothib
b. Jala’ul qulub fi ma’rifatil maqlub karya Ibnu Hajar
E. YANG DITAMBAHKAN DI DALAM SANAD-SANAD YANG BERSAMBUNG
1. Definisinya
Yaitu jika seorang rawi menambahkan seorang laki-laki atau lebih di dalam sebuah sanad yang bersambung yang tidak disebutkan oleh rawi-rawi yang lain karena kesalahan dan kealpaannya.
2. Contohnya
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, Saya diberi cerita oleh Bisr bin Ubaidillah bahwa dia berkata : “Saya mendengar Abu Idris berkata : “Aku mendengar Watsilah bin Al Asqo’ berkata : “Aku mendengar Abu Masrtsad Al Ghanwi berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah kalian duduk di atas kubur dan jangalah kamu shalat kepadanya”. Maka penyebutan Abu Idris dalam sanad itu adalah sebuah kelalaian dan kesalahan. Kealpaan Ibnu Mubarak ini seperti yang dikatakan oleh Imam Bukhari bahwa kebanyakan ulama yang tsiqoh, diantaranya Ali bin Hajar, Al Walid bin Muslim dan Isa bin Yunus meriwayatkan hadits itu dari Bisr bin Ubaidillah dari Watsilah dan mereka tidak menyebutkan Abu Idris diantara Bisr dan Watsilah. Dan beberapa diantar mereka menegaskan bahwa Bisr mendengar langsung dari Watsilah.
3. Kitab-kitab yang disusun tentang hal ini.
Tamziyul mazid fi muttashilil asaanid karya Al Khothib.
F. MUDLTHORIB
1. Definisinya
a. Menurut bahasa
Yaitu bentuk isim fa’il dari kata الاِضْطِرَاب yang maknanya adalah perbedaan.
b. Menurut istilah
Yaitu hadits yang di dalamnya terdapat perbedaan dengan penggantian seorang rawi dengan rawi yang lain atau penggantian riwayat dengan riwayat yang lain atau perbedaan antara bersambung atau mursal, dengan tidak adanya tarjih antara kedua riwayat itu atas yang lain serta tidak mungkin untuk dikumpulkan antara keduanya.
2. letaknya
Idlthirob itu dapat terjadi pada sanad atau matan. Dan kejadianya pada sanad adalah lebih banyak..
3. Contoh Idlthirob pada sanad
Hadits Zaid bin Arqom secara marfu’ : “Sesungguhnya jamban-jamban itu telah dekat. Jika salah seorang diantara kalian memasuki jamban, maka hendaklah dia berkata : “Aku berlindung kepada Allah dari setan-setan laki-laki dan setan-setan perempuan”. Hadits ini adalah mudlthorib.
Ø Hisyam Ad Dutuwa’i meriwayatkannya dari Qotadah dari Zaid
Ø Sa’id bin Abi ‘Urubah dan Syu’bah meriwayatkannya dari Qotadah dari Qosim bin Auf Asy Syaibani dari Zaid
Ø Syu’bah meriwayatkannya dari An Nadlr bin Anas dari Zaid
Ø Ma’mar meriwayatkannya dari Qotadah dari An Nadlr bin Anas dari bapaknya
Ø Sa’id bin Abi ‘Urubah meriwayatkannya dari Qotadah dari An nadlr bin Anas dari bapaknya.
4. Contoh Idlthirob pada matan
Hadits Fathimah binti Qois secara marfu’ : “Sesungguhnya harta itu memiliki hak yang lain selain zakat”. Diriwayatkan oleh Turmudzi dengan lafadz ini dari hadits Al Aswad bin Amir dan Muhammad bin Thufail. Keduanya meriwayatkan dari Syuraik dari Abu Hamzah dari Asy Sya’bi dari Fathimah. Dan Ibnu Majah meriwayatkan dari hadits Yahya bin Adam dari Syuraik dari Abu Hamzah dari Asy Sya’bi dari Fathimah secara marfu’ dengan lafadz : “Tidak ada hak pada harta selain zakat”. Al ‘Iraqi berkata : “Itlthirob ini tidak mungkin ditakwilkan”.
5. Kitab-kitab yang disusun tentang hal ini.
Al Muqtarib fi bayaanil mutlthorib karya Ibnu Hajar
G. MUSHOHHAF DAN MUHARRAF
1. Mushohhaf menurut bahasa
Yaitu bentuk isim maf’ul dari kata التَّصْحِيْفُ yang maknanya adalah kesalahan dalam membaca lembaran.
2. Muharraf menurut bahasa
Yaitu bentuk isim maf’ul dari kata التَّحْرِيْفُ yang maknanya adalah pengubahan.
3. Mushohhaf menurut istilah
Yaitu jika perbedaan itu ada pada pengubahan salah satu huruf dalam hadits dengan pengubahan titik tanpa merupabah tulisan.
4. Muharraf menurut istilah
Yaitu jika perbedaan itu ada pada pengubahan salah satu huruf dalam hadits dengan pengubahan harakat (syakal) huruf dengan tanpa mengubah tulisannya.
5. contoh mushohhaf
Hadits : مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ “Barangsiapa yang berpuasa pada Bulan Ramadlan dan mengikutinya dengan enam hari pada Bulan Syawwal …”. Abu Bakar Ash Shuli mentashhifnya menjadi : شَيْئًا (dengan sesuatu hari)
6. contoh muharraf
Jabir berkata : رُمِيَ أُبَيٌّ يَوْمَ الْأَحْزَابِ عَلَى أَكْحَلِهِ فَكَوَاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “Ubay dipanah pada waktu Perang Ahzab kelopak matanya, kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengobatinya”. Ghobdar mentahrifnya menjadi أبِيْ (bapakku), dengan idlafah. Tetapi sebenarnya adalah Ubay bin Ka’ab. Sedangkan bapak Jabir sudah meninggal sebelumnya, yaitu pada waktu Perang Uhud.
7. kejadiannya
Tahrif dan Tashhif itu dapat terjadi di matan dan sanad.
8. macam-macam tashhif
a. tashihus sam’ (pada penglihatan)
Seperti jika seorang syeikh mengatakan : ‘Ashim Al Ahwal, kemudian seseorang meriwayatkanya dan mengatakan : Washil Al Ahdab.
b. tashhiful bashor (pada pendengaran)
Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Lahingah dari kitab Musa bin Uqbah dengan sanadnya dari Zaid bin Tsabit : أن رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ فِيْ الْمَسْجِدِ (bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan bekam di masjid). Perkataannya احْتَجَمَ adalah merupakan tashhif. Yang bernar adalah dengan ra’ : احْتَجَرَ (membuat kamar).
9. Kitab-kitab yang disusun tentang hal ini.
a. At tashhif wat tahrif karya Al ‘Askari
b. Tashifaatul muhadditsin karya Al ‘Askari
c. Kitabut tashhif karya Ad daruquthni
d. Ishlahu khoto’il muhadditsin
H. SYADZ
1. Definisinya
a. menurut bahasa
Yaitu bentuk isim fa’il dari شَذَّ yang maknaya adalah sendiri dan kata : ألشَّاذُ maknanya adalah orang yang menyendiri dari kebanyakan orang.
b. menurut istilah
Ada beberapa pendapat :
1) orang yang tsiqoh yang riwayatnya bertentangan dengan orang yang lebih tsiqoh daripadanya.
2) Seorang yang tsiqoh yang sendirian meriwayatkan sebuah hadits.
3) Seorang rawi yang sendirian meriwayatkan hadits, baik ia seorang yang tsiqoh atau tidak, baik dia berbeda dengan oarang lain atau tidak.
2. Syarat-syaratnya
a. sendirian meriwayatkan hadits itu
b. berbeda dengan orang yang lebih tsiqoh daripadanya.
3. letaknya
hal itu dapat terletak pada sanad dan matan hadits
4. contohnya
a. dalam sanad
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah, Ibnu Juraij dan Hammad bin Salamah dari Amru bin Dinar dari Ausajah dari Ibnu Abbas bahwa ada seorang laki-laki yang meninggal pada masa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan tidak meninggalkan ahli waris, kecuali walinya yang memerdekakannya. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Apakah dia meninggalkan seseorang ?”. Mereka berkata : “Tidak, kecuali seorang anak yang memerdekakanya”. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberikan warisannya untuknya”.. Hammad bin Zaid berbeda riwayatnya dengan mereka. Dia meriwayatkannya dari Amru bin Dinar dari Ausajah tanpa menyebutkan Ibnu Abbas. Maka haditsnya disebut hadits syadz, sedangkan hadits Ibnu Uyainah adalah hadits mahfudz.
b. dalam matan
hadits yang diriwayatkan oleh Abu dawud dan Turmudzi dari hadits Abdul Wahid bin Ziyad dari Al A’masy dari Abu Sholih dari Abu Hurairah secara marfu’ : “Jika salah seorang diantara kalian telah selesai shalat melakukan shalat sunnat dua raka’at fajar, maka hendaklah tidur miring ke kanan”. Hadits ini adalah syadz, karena Abdul Wahid bin Ziyad berbeda dengan orang-orang yang lebih tsiqoh darinya. Mereka meriwayatkannya dari perbuatan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan dia meriwayatkannya dalam bentuk perintah.
I. IKHTILATH (tercampur, rancu)
1. siapakah orang yang tercampur baur itu
yaitu seorang rawi yang mengalami banyak kesalahan atau kelalaian karena sudah tua umurnya atau tidak lagi dapat melihat atau terbakar buku-bukunya atau hilang atau yang semisal dengan itu.
2. hukum riwayatnya
Ini dibagi menjadi tiga macam :
a. yang terjadi sebelum ikhtilath itu maka riwayatnya dapat diterima
b. yang terjadi setelah ikhtilath itu maka tidak dapat diterima
c. yang sulit diketahui apakah riwayatnya terjadi setelah ikhtilath atau sebelumnya, maka tidak diterima
3. orang-orang yang tercampur baur hafalannya
diantaranya adalah ‘Atho’ bin As Sa’ib, Abu Ishaq As Suba’i, Sa’id bin Abu ‘Urubah, Mas’udi, Sholih bin Nabhan, Abdul Wahhab bin Abdul Majid Ats Tsaqofi, Sa’id bin Iyas Al Jariri dan Laits bin Abu Sulaim.
4. kitab-kitab yang disusun tentang orang-orang yang tercampur baur hafalannya.
Al Ightibath bi man rumiya bil ikhtilath karya Ibrahim bin Muhammad Sabth bin Al ‘Ajmi yang dikenal dengan nama Al Burhan Al halbi.
0 komentar:
Posting Komentar